PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
PSIKOLOGI ANALITIKAL
LATAR BELAKANG
Teori
psikologi kepribadian bersifat deskriptif
dalam wujud penggambaran organisasi tingkah laku secara sistematis dan mudah
dipahami. Tidak ada tingkah laku yang terjadi begitu saja tanpa alasan, pasti
ada faktor-faktor anteseden, sebab-musabab, pendorong, motivator,
sasaran-tujuan, dan atau latar belakangnya.
Kepribadian adalah keseluruhan sikap,
perasaan, ekspresi, tempramen, ciri-ciri khas dan perilaku seseorang. Sikap perasaan,
ekspresi, dan tempramen itu akan terwujud dalam tindakan seseorang jika
dihadapkan pada situasi tertentu. Kepribadian dideskripsikan dalam istilah
sifat yang ditunjukkan oleh seseorang. Disamping itu kepribadian diartikan
dengan ciri-ciri yang menonjol pada diri individu.
Kepribadian dipengaruhi oleh
dua faktor, yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan. Faktor keturunan
menunjukkan pada genetika individu, sedangkan faktor lingkungan memberi
pengaruh cukup besar terhadap pembentukkan karakter lingkungan dimana seseorang
tumbuh dan dibesarkan.
Mengapa manusia berperilaku
seperti yang mereka perlihatkan? Apakah manusia bisa memilih kepribadian
mereka? Apa yang menyebabkan adanya persamaan dan perbedaan di antara manusia?
Apa yang membuat perilaku manusia dapat diprediksi? Apakah ada kekuatan
tersembunyi di alam bawah sadar kita? Apakah perilaku seseorang lebih banyak
dipengaruhi faktor keturunan atau lingkungan?
Kita harus mempelajari
kepribadian, karena kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangung
keberadaan manusia menjadi satu kesatuan. Memahami kepribadian, berarti
memahami diri, aku, self, diri sendiri, sebagai manusia.
PANDANGAN DASAR
Carl Gustav Jung awalnya kolega Freud, terbukti Karya
Jung termasuk penemuannya tentang tes asosiasi-kata; menunjukkan betapa
pentingnya ide-ide Freud bagi dunia. Kolega-koleganya memperingatkan bahwa
kedekatan apapun dengan Freud akan menghancurkan karirnya, namun dia tidak
peduli dan semakin mengindikasikan pentingnya gagasan-gagasan Freud untuk
diaplikasikan (1961, h.148). Namun, dia keluar dari psikoanalisis ortodoks
untuk mendirikan teori kepribadian yang berbeda. Psikologi analitik dibangun
atas dasar asumsi bahwa fenomena gaib dapat dan sungguh mempengaruhi hidup
setiap orang. Jung percaya bahwa setiap dari kita dimotivasikan bukan hanya
pengalaman-pengalaman yang direpresi namun, juga oleh pengalaman-pengalaman
bernada emosi yang diwarisi nenek moyang kita. Imaji-imaji warisan ini
membentuk apa yang disebut Jung alam
bawah sadar kolektif.
Meskipun Jung sangat berminat menyelidiki hakikat alam bawah sadar, dia ternayata juga mengembangkan sebuah teori kepribadian yang memetakan beragam sistem pemfungsian kepribadian. Jung seperti Freud, melandaskan teori kepribadiannya kepada asumsi bahwa jiwa, atau psike, memiliki tingkatan sadar dan bawah sadar. Namun, tidak seperti Freud, Jung menegaskan bahwa kebanyakan porsi terpenting alam bawah sadar bermuara bukan dari pengalaman-pengalaman pribadi individual namun, dari eksistansi manusia yang jauh di masa lalu, sebuah konsep yang disebut Jung alam bawah sadar kolektif. Jadi, bagi teori Jungian, alam bawah sadar dan alam bawah sadar personal tidak begitu diprioritaskan.
Ego
Ego bisa disamakan secara kasar
dengan kesadaran. Dia mencakup kesadaran kita tentang dunia eksternal sebesar
kesadaran kita tentang diri kita sendiri (Jung, 1933, h.98; Whitmount dan
Kaufmann, 1973, h.93). Menurut Jung, imaji-imaji alam sadar yang diindra oleh
ego, sementara elemen-elemen bawah sadar tidak berkaitan dengan ego. Konsep
mengenai ego lebih terbatas daripada Freud. Jung melihat ego sebagai pusat
kesadaran tetapi bukan inti kepribadian. Dalam pribadi yang sehat secara
psikologis, ego menempati posisi sekunder di bawah self yang berada di alam
bawah sadar (Jung,1951/1959a).
Persona
Persona ialah
topeng ego, citra/sisi kepribadian yang ingin ditunjukkan manusia yang kepada
dunia luar. Persona yang kita bermacam-macam sesuai peran yang kita miliki.
Konsep Jung mengenai persona mungkin sudah berakar dari pengalaman dengan
pribadi No.1 dirinya, yang harus membuat sejumlah akomodasi bagi dunia luar.
Contohnya : seorang dokter diharapkan mencitrakan “penunggu orang sakit di
samping tempat tidur dan cara seorang laki-laki menunjukkan suatu citra kepada
rekan bisnisnya berbeda dari cara ia menunjukkan citra nya kepada
anaknya”(Jung, 1950/1959). Namun, kebanyakan orang mengembangkan persona dengan
menghilangkan bagian-bagian kepribadian yang lebih dalam. Untuk hal-hal
tertentu, mereka atau orang lain bisa merasakan adanya substansi kecil di bawah
lapisan yang terlihat (Jung, 1961, h.385).
Shadow
Shadow
terdiri atas jejak-jejak dan perasaan-perasaan yang tidak bisa diakui sebagai
bagian diri kita. Shadow adalah lawan
ego/ citra-diri kita. Shadow juga terdiri atas kecenderungan-kecenderungan yang
secara moral ditolak, sama seperti sejumlah kualitas konstruktif dan kreatif
lain yang takut kita hadapi (Jung, 1951/1959a). Lebih mudah memproyeksikan sisi
gelap kepribadian kita pada orang lain, untuk melihat dalam diri mereka
keburukan dan kejahatan yang kita tolak untuk kita lihat pada diri kita.
Bergulat dengan kegelapan dalam diri kita akan membuat kita “memahami shadow
kita sendiri.” Manusia yang tidak pernah memahami shadownya akan jatuh di dalam kekuasaan kegelapan dan menghasilkan
hidup-hidup yang tragis, terus menerus mengalami “kesialan” yang membuahkan
kekalahan dan kepengecutan dalam dirinya sendiri (Jung, 1954/1959a).
Anima dan Animus
Kaum Taois Cina memiliki konsep Ying
dan Yang, sisi feminim dan maskulin kepribadian kita. Menurut Jung,
prinsip feminim mencakup kemampuan
merawat, merasakan, berseni dan penyatuan dengan alam. Sedangkan prinsip maskulin mencakup pikiran
logis, penegasan heroism, dan penaklukan alam (Jung, 1961, h.379-380). Terdapat
perbedaan-perbedaan jenis kelamin secara genetik, yang mensosialisasikan
tekanan yang berlebih-lebihan, memaksa wanita lebih mengembangkan sisi feminism
mereka, dan pria sifat maskulin mereka. Hasilnya adalah ‘sisi lain’ direpresi
dan menjadi lemah. Pria cenderung
menjadi independen dalam satu-sisi, agresif dan intelektual; Wanita
mengembangkan sisi pemeliharaan dan perasaan namun menolak kemampuan-kemampuan
untuk penegasan diri dan berpikir logis. Meskipun begitu, aspek-aspek yang
ditolak tidak lantas lenyap begitu saja namun tetap aktif dan berteriak-teriak
dari alam bawah sadar. Pada pria, sisi feminism muncul dalam mimpi dan fantasi
sebagai “wanita” yang ada didalam, anima.
Pada wanita, ‘pria yang ada di dalam’ disebut animus (Jung, 1961, h.380).
Ketaksadaran Pribadi
Jung
melihat bahwa ketaksadaran memiliki dua lapisan. Lapisan pertama adalah
ketaksadaran pribadi, yang mengandung semua kecenderungan dan perasaan yang
sudah direpresi semasa hidup kita (1961, h.389). Kebanyakan shadow terletak di dalam ketaksadaran
diri ini, sebagai contoh : perasaan sayang pria kepada ayahnya yang sebagai
anak, perlu direpresi. Sebagian anima dan animus, jadi tidak seluruhnya, juga
berada di wilayah ini. Seorang wanita mungkin telah merepresi pengalaman-pengalaman
dengan ayahnya sebagai sesuatu yang seduktif-pengalaman-pengalaman yang
kemudian memberi kontribusi bagi animusnya dan kemudian tinggal di dalam
ketaksadaran pribadinya.
Ketaksadaran Kolektif
Setiap ketaksadaran pribadi individu
adalah unik, karena setiap orang telah merepresi pikiran dan perasaan yang
berbeda-beda semasa hidupnya. Namun begitu, Jung juga percaya kalau terdapat di
lapisan terdalam jiwa (psike), sebuah
ketaksadaran kolektif yang diwarisi dan dimiliki semua manusia. Ketaksadaran kolektif dibuat dari
daya-daya energi dan kecenderungan-kecenderungan pengorgsanisasian bawaan yang
disebut arketip. Kita tidak pernah mengetahui arketip secara langsung, namun
kita bisa mempelajarinya lewat citra-citra arketip yang ditemukan di dalam
mitos-mitos, seni, mimpi-mimpi dan fantasi-fantasi manusia di seluruh dunia.
Melalui citraan-citraan ini manusia berusaha mengekspresikan jeritan batin dan
kecenderungan tak sadar mereka yang paling dalam. Meskipun Jung, mengatakan
arketip-arketip pada esensinya tidak bisa diketahui, namun dia menyerupakan
mereka dengan insting-insting pada spesies pada hewan-seperti contohnya : skema
bawaan tentang organ tua pada spesies burung (Jung, 1964, h.58).
Diri
Arkentip terpenting adalah Diri, kesadaran yang berjuang untuk memusat,
mencapai keutuhan dan memperoleh makna (Jung, 1961, h.386). Diri adalahdorongan
batin yang menyeimbangkan dan mendamaikan aspek-aspek kepribadian yang
bertentangan. Ini semua bisa ditemukan dari seluruh penjuru dunia dalam bentuk
gambaran tentang mandala-mandala, suatu bentuk yang semua sisinya seimbang
secara sempurna mengelilingi satu titik tengah. Diri juga terekspresikan oleh
pencarian kita akan Tuhan, simbol keutuhan dan makna tertinggi (1961, h.382).
Meskipun Diri adalah tujuan
tertinggi di dalam hidup, tak seorangpun
pernah mencapai titik ini sepenuhnya. Kita semua berkembang dengan
cara-cara satu-dimensional. Kebanyakan dari kita, sebagai contoh,
mengembangakan kesadaran kita dan menolak alam bawah sadar yang kita miliki.
Wanita menolak sisi maskulin mereka, pria sisi feminism mereka. Karena itulah,
Jung mengembangkan konsep-konsep lain untuk melukiskan
kecenderungan-kecenderungan yang saling bertolak belakang, dimana kita
mengembangkan salah satu sisinya dan menolak sisi lainnya. Polaritas itu
disebut “introversi-ekstraversi”. Ekstraversi membuat kita yakin untuk
terlibat di dalam tindakan-tindakan langsung, sementara introversi membuat kita meragukan dan merefleksikan apa yang sudah
terjadi pada kita. Ekstraversi
bergerak keluar, menuju dunia; Introversi
lebih aman dengan dunia batinnya,
dan memperoleh lebih banyak kesenangan di dalam aktivitas-aktivitas seperti
membaca dan berseni. Kita semua memilki dua kecenderungan ini namun selalu
memilih salah satunya, membiarkan kecenderungan yang lain tidak berkembang dan
tidak sadar (Jung, 1945).
DINAMIKA KEPRIBADIAN
Gagasan Jung tentang dinamika kepribadian akan membahas
kausalitas dan teleologi, dan tentang progresi dan regresi.
Kausalitas dan Teleologi
Kausalitas meyakini
bahwa peristiwa-peristiwa masa masa kini memiliki asal usul di dalam pengalaman-pengalaman
masa lalu yang merupakan asal adanya motivasi. Jung mengkritik pendapat Freud
mengenai sudut pandang kausal dalam penjelasannya mengenai perilaku orang dewasa
berdasarkan pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak awal mereka, menurut Jung,
Freud karena telah menjadi satu-sisi dalam dalam penekanannya terhadap
kausalitas dan menegaskan bahwa pandangan kausal saja tidak bisa
menjelaskan semua motivasi. Sedangkan, teologi
meyakini bahwa peristiwa-peristiwa masa kini dimotivasikan oleh
tujuan-tujuan dan aspirasi-aspirasi ke depan yang mengarahkan tujuan seseorang.
Jung menekankan pada keseimbangan bisa dilihat pada konsepnya tentang mimpi,
bahwa mimpi berasal dari pengalaman masa lalu. Namun di sisi lain, Jung
mengklaim sejumlah mimpi dapat membantu seseorang mengambil sebuah keputusan
tentang masa depan.
Progresi dan Regresi
Progresi
adalah proses adaptasi manusia terhadap dunia batin mereka dan dunia luar mereka
yang melibatkan aliran maju energi psikis untuk mencapai realisasi diri.
Sedangkan, Regresi adalah proses
adaptasi dengan dunia batin yang mengandalkan arus mundur energi psikis. Kedua
istilah tersebut sangat esensial jika manusia ingin mencapai pertumbuhan
individual atau “realisasi diri”. Jika, progesi dan regresi dipadukan,
dikerjakan bersama-sama, seimbang satu sama lain, maka proses perekembangan
pribadi yang sehat akan tercapai (Jung, 1928/1960).
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN MENURUT CARL GUSTAV JUNG
A. Mekanistik,
Purposif, dan Sinkronisitas
Perkembangan
kepribadian menurut Jung lebih lengkap dibandingkan dengan Freud. Jika
pandangan Freud bersikap mekanistik atau kausalistik, semua peristiwa
disebabkan oleh sesuatu yang terjadi dimasa lalu, Jung mengedepankan pandangan
purposive atau teleologik yang menjelaskan kejadian sekarang ditentukan oleh
masa depan atau tujuan. Prinsip mekanistik akan membuat manusia menjadi
sengsara karena terpenjara dimasa lalu. Manusia tidak bebas menentukan tujuan
atau membuat rencana karena masa lalu tidak dapat diubah. Sebaliknya, prinsip
purposive membuat orang mempunyai perasaan penuh harapan, ada sesuatu yang
membuat orang berjuang dan bekerja. Menurut Jung, peristiwa psikis tidak selalu
dapat dijelaskan dengan prinsip sebab akibat. Dua peristiwa psikis yang terjadi
secara bersamaan dan tampak saling berhubungan, yang satu tidak menjadi
penyebab dari yang lain, karena sulit membedakan mana yang masa lalu dan mana
yang masa depan, hal inilah dinamakan prinsip sinkronisitas. Jung memakai
prinsip sinkronisitas untuk menjelaskan kata kerja arsetip. Arsetip sebagai isi
tak sadar tidak menjadi sebab terjadinya peristiwa mental atau fisik. Prinsip
sinkronisitas-lah yang membuat peristiwa mental
atau fisik terjadi bersamaan dengan aktifnya isi-isi tak sadar.
B. Individuasi
dan Transedensi
Tujuan
hidup manusia adalah mencapai kesempurnaan yang disebut realisasi diri. Orang
dikatakan mencapai realisasi diri, kalau dia dapat mengintegrasikan semua
kutub-kutub yang berseberangan dalam jiwanya, menjadi kesatuan pribadi yang
homogeny. Realisasi diri berarti meminimalkan persona, menyadari anima atau
animusnya menyeimbangkan inroversi dan ekstraversi, serta meningkatkan empat
fungsi jiwa yaitu pikiran, perasaan, panca indra, dan intuisi dalam posisi
tertinggi. Realisasi juga berarti asimilasi tak sadar kedalam keseluruhan
kepribadian, dan menyatukan ego dengan self sebagai pusat kepribadian.
Realisasi diri umumnya hanya dapat dicapai sesudah usia pertengahan melalui
proses individuasi dan proses transendensi.
Ø Individuasi
Adalah
proses analitik memilah-milah, memperinci dan mengelaborasi aspek-aspek
kepribadian. Apabila ada sesuatu bagian kepribadian yang terabaikan, maka sistem yang
terabaikan itu menjadi kurang berkembang dan akan menjadi pusat resistensi.
Jiwa yang memiliki banyak resistensi bisa memunculkan gejala-gejala neurotick
Ø Transendensi
Adalah
proses sintetik, mengintegrasiksn materi tak sadar dengan materi kesadaran,
mengintegrasikan system-sistem secara keseluruhan agar dapat berfungsi dalam
satu kesatuan secara efektif.
C. Tahap-tahap
Perkembangan
Hereditas
berperan penting dalam psikologi Jung, karena :
1.
Hereditas berkenaan
dengan insting biologis yang berfungsi memelihara kehidupan dan reproduksi.
Insting-insting merupakan “sisi binatang” pada kodrat manusia.
2.
Hereditas
mewariskan pengalaman leluhur dalam bentuk arsetip; ingatan tentang ras yang
telah menjadi bagian dari hereditas karena diulang berkali-kali lintas
generasi. Jung tidak menyusun tahap-tahap perkembangan secara rinci. Perhatian
utamanya tertuju pada tujuan-tujuan perkembangannya, khususnya tahap kedua
tekanan perkembangannya terletak pada pemenuhan syarat social dan ekonomi, dan
tahap ketiga ketika orang mulai membutuhkan nilai spiritual. Menurut Jung
terdapat 4 tahap perkembangan :
1. Usia
anak (childhood),dibagi menjadi tiga tahap :
·
Tahap anarkis (0 –
6 tahun)
Tahap ini ditandai dengan kesadaran
yang kacau dan sporadic/kadang ada kadang tidak.
·
Tahap monarkis (6 –
8 tahun)
Tahap ini ditandai dengan
perkembangan ego, dan mulainya pikiran verbal dan logika. Pada tahap ini, anak
memandang dirinya secara obyektif, sehingga sering secara tidak sadar mereka
menganggap dirinya sebagai orang ketiga.
·
Tahap dualistik (8 – 12
tahun)
Tahap ini ditandai dengan
pembagian ego menjadi 2, obyektif dan subyektif. Pada tahap ini, kesadaran
terus berkembang. Anak kini memandang dirinya sebagai orang pertama, dan
menyadari eksistensinya sebagai individu yang terpisah.
2. Usia
pemuda ( Youth and Young adult hood)
Tahap
muda berlangsung mulai dari puberitas sampai usia pertengahan. Pemuda berjuang
untuk mandiri secara fisik dan psikis dari orang tuanya. Tahap ini ditandai
oleh meningkatnya kegiatan, matangnya seksual, tumbuh kembangnya kesadaran dan
pemahaman bahwa era bebas masalah dari kehidupan anak-anak sudah hilang.
Kesulitan utama yang sering dihadapi masalah kecenderungan untuk hidup seperti
anak-anak dan menolak menghadapi masalah kekinian yang disebut prinsip konservatif.
3. Usia
pertengahan (middle hood)
Tahap
ini dimulai antara usia 35 atau 40 tahun. Periode ini ditandai dengan
aktualisasi potensi yang sangat bervariasi. Pada tahap usia pertengahan,
muncul kebutuhan nilai spiritual, yaitu kebutuhan yang selalu menjadi bagian
dari jiwa, tetapi pada usia muda dikesampingkan, karena pada usia itu orang
lebih tertarik pada nilai materialistik. Usia pertengahan adalah usia
realisasi diri.
4. Usia
tua ( old age )
Usia
tua ditandai dengan tenggelamnya alam sadar ke alam tak dasar. Banyak diantara
mereka yang mengalami kesengsaraan karena berorientasi pada masa lalu dan
menjalani hidup tanpa tujuan.
5. Kesimpulan
Perkembangan
kepribadian menurut pandangan Jung lebih lengkap dibandingkan dengan Freud,
meskipun Jung adalah salah seorang pendiri teori Psikologi Dalam dan juga
pernah menjadi murid dari Sigmund Freud. Jung menyatakan bahwa manusia selalu
maju atau mengejar kemajuan dari taraf perkembangan yang kurang sempurna ke
taraf yang lebih sempurna. Manusia juga selalu berusaha mencapai taraf differensiasi
yang lebih tinggi.
1.
Tujuan
perkembangan : Aktualisasi diri, yaitu
deferensiasi sempurna dan saling hubungan yang selaras antara seluruh aspek
kepribadian.
2.
Jalan
perkembangan : Progresi ( gerak maju ) dan
Regresi ( gerak mundur ).
3.
Proses
Individuasi, untuk mencapai kepribadian yang
sehat dan terintegrasi secara kuat, maka setiap aspek kepribadin harus mencapai
taraf differensiasi.
KRITIK
TERHADAP TEORI
Ada
beberapa kritik menyangkut teori yang dicetuskan oleh Jung. Sebuah teori harus
memenuhi enam kriteria teori yang bermanfaat. Pertama, suatu teori yang
bermanfaat harus menghasilkan hipotesis yang bisa diuji dan kajian yang
deskriptif. Kedua, sebuah teori harus mempunyai kapasitas untuk diverifikasi
atau diulang. Sayangnya, hampir mustahil untuk melakukan verifikasi pada teori
Jung. Teori utama Jung mengenai ketidaksadaran kolektif merupakan konsep yang
sangat sulit untuk diuji secara empiris.
Sebagian
besar bukti mengenai konsep dari arketipe dan ketidaksadaran kolektif berasal
dari pengalaman mendalam yang dialami oleh Jung sendiri. Menurut Jung,
pernyataan arketipe itu berdasarkan prasyarat yang instingtif dan tidak ada
hubungannya dengan suatu alasan tertentu, tidak berdasarkan rasional dan tidak
juga bisa dibuang dalam argumentasi yang masuk akal. Pernyataan Jung yang
seperti itu lah yang tidak bisa diterima oleh peneliti ilmiah yang
mengedepankan rancangan penelitian dan rumusan hipotesis.
Ketiga,
suatu teori yang bermanfaat perlu mengorganisir pengamatan ke dalam suatu
kerangka yang bermakna. Psikologi analitis dianggap paling unik karena
didalamnya menyinggung sesuatu yang tidak dibahas dalam teori kepribadian lain.
Oleh karena kemampuannya yang baik dalam mengorganisir pengetahuan inilah,
menjadikan Jung mendapat nilai rata-rata dalam teorinya.
Keempat,
untuk teori yang bermanfaat adalah kemampuan teori tersebut untuk diterapkan.
Secara keseluruhan, teori Jung dianggap rendah dalam penerapannya. Karena,
konsep ketidaksadaran kolektif tidak mudah diteliti secara empiris, tetapi
mungkin berguna dalam membantu orang memahami mitos budaya dan melakukan
penyesuaian terhadap trauma-trauma hidup.
Kelima,
konsisten secara internal. Nah, konsistensi dalam teori Jung masih dianggap
rendah. Alasannya, bahasa Jung sering kali bersifat rahasia dan banyak dari
istilahnya yang tidak didefinisikan dengan jelas.
Kriteria terakhir untuk teori yang bermanfaat
adalah bersifat parsimony (kesederhanaan).
Teori
Jung dianggap rumit, karena bersifat kompleks dengan ruang lingkup yang luas.
Hal ini dikarenakan kecendurungan Jung unuk mencari-cari data dari berbagai
macam disiplin ilmu dan kesediannya untuk menjelajah sendiri ketidaksadarannya,
bahkan sampai di bawah level pribadi. Dalam hukum parsimony “ketika terdapat
dua teori yang manfaatnya setara, teori yang lebih disukai adalah teori yang
sederhana”.
APLIKASI TEORI
KEPRIBADIAN JUNG
- Kasus Kesurupan
Indonesia
merupakan bangsa kaya budaya termasuk budaya kesurupan, bahkan di daerah daerah
tertentu malah sengaja untuk kesurupan, dan menjadi tontonan menarik seperti
reog, kuda lumping, debus dan tari kecak. Budaya ini lah yang menjadi arketip
arketip yang tersimpan dalam ketidaksadaran kolektif dan inilah yang banyak mempengaruhi
terjadinya kesurupan di indonesia.
Setiap kita
memiliki potensi untuk kesurupan karena memang bawah sadar kita dalam
collective unconciousness berisi mitos mitos seperti memedi pocong, wewe
gombel, jin penunggu rumah, jin penunggu sungai, dan banyak lagi, bahkan
penunggu laut selatan. Mitos inilah yang turun menurun dari jaman dulu terus
hingga sekarang. Ditambah lagi pengalaman masa kecil yang sering ditakut takuti
dengan berbagai macam hantu dan segala varian nya, yang kemudian tersimpan
dalam personal unconciousness sehingga kedua kenyataan itu klop membentuk suatu
sistem keyakinan dan kepercayaan yang setiap saat bisa muncul bila ada
pemicunya (precipitating event).
Dalam kasus
kesurupan masal yang menjadi precipitating event adalah teman yang sudah
kesurupan, dalam istilah hipnotisme teman yang sudah kesurupan menginduksi
bawah sadar teman lainnya sehingga seperti penyakit menular yang bila tidak
diisolasi akan mewabah ke yang lain.
Seringkali orang
yang kesurupan memiliki kekuatan yang melebihi kemampuan biasanya, dalam
beberapa kasus kesurupan dia bisa berteriak teriak hingga berjam jam, atau bisa
melemparkan beberapa orang yang sedang memeganginya. Ada lagi kesurupan mampu
berbicara seperti bukan dia yang bicara, dalam keadaan seperti ini seseorang
yang kesurupan sedang memasuki alam bawah sadarnya tepatnya di alam
ketidaksadaran kolektif dimana menurut freud ketidaksadaran tersebut mengandung
kekuatan jiwa (psyche) sehingga dia memiliki kekuatan yang melebihi seperti
biasanya.
Mengapa orang bisa
masuk kedalam alam bawah sadarnya ? sebab utamanya adalah lemahnya kesadaran
seperti orang mau masuk tidur, kenapa bisa tidur jawabnya tentunya karena
lemahnya kesadaran karena faktor mengantuk
Jung sangat
menekankan bahwa bagian yang paling penting dari labirin ketidaksadaran
seseorang bukan berasal dari pengalaman personal, melainkan dari keberadaan
manusia di masa lalu. Konsep ini yang disebut Jung sebagai ketidaksadaran
kolektif. Poin penting dari teori Jung adalah kesadaran dan ketidaksadaran personal.
Contoh lainya
orang yang secara normal
pemalu bisa menjadi extrovert pada situasi ketika dia merasa benar-benar
tertarik dan merasa nyaman.
Aplikasi Teori dalam Konseling
1. ”Manusia adalah Makhluk
yang Memiliki Kebutuhan dan Keinginan”. Konsep ini dapat dikembangkan dalam
proses bimbingan, denganmelihat hakikatnya manusia itu memiliki
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan dasar. Dengan demikian konselor
dalam memberikan bimbingan harus selalu berpedoman kepada apa yang dibutuhkan
dan yang diinginkan oleh konseli, sehingga bimbingan yang dilakukan benar-benar
efektif.
2. “Kecemasan” yang dimiliki
manusia dapat digunakan sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan, yakni
membantu individu supaya mengerti dirinya dan lingkungannya; mampu memilih, memutuskan
dan merencanakan hidup secara bijaksana; mampu mengembangkan kemampuan dan
kesanggupan, memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya; mampu
mengelola aktivitasnya sehari-hari dengan baik dan bijaksana; mampu memahami
dan bertindak sesuai dengan norma agama, sosial, dalam masyarakat.
3. Dengan demikian kecemasan yang dirasakan
akibat ketidakmampuannya dapat diatasi dengan baik dan bijaksana. Karena setiap
manusia selalu hidup dalam kecemasan, kecemasan karena manusia akan punah,
kecemasan karena tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan dll,
4. Bimbingan merupakan wadah dalam rangka
mengatasi kecemasan.
5. Pengaruh masa lalu (masa
kecil) terhadap perjalanan manusia. Walaupun banyak para ahli yang mengkritik,
namun dalam beberapa hal konsep ini sesuai dengan konsep pembinaan dini bagi
anak-anak dalam pembentukan moral individual. Dalam sistem pemebinaan akhlak
individual, keluarga dapat melatih dan membiasakan anakanaknya agar dapat
tumbuh berkembang sesuai dengan norma agama dan sosial. Norma-norma ini tidak
bisa datang sendiri, akan tetapi melalui proses interaksi yang panjang dari
dalam lingkungannya. Bila sebuah keluarga mampu memberikan bimbingan yang baik,
maka kelak anak itu diharapkan akan tumbuh menjadi manusia yang baik.
6. “Tahapan Perkembangan
Kepribadian Individu” dapat digunakan dalam proses bimbingan, baik sebagai
materi maupun pendekatan. Konsep ini memberi arti bahwa materi, metode dan pola
bimbingan harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian individu,
karena pada setiap tahapan itu memiliki karakter dan sifat yang berbeda. Oleh
karena itu konselor yang melakukan bimbingan haruslah selalu melihat
tahapan-tahapan perkembangan ini, bila ingin bimbingannya menjadi efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian Edisi
Revisi. Malang: UMM Press.
Feist, Jess. Feist, Gregory. J. Teori
Kepribadian Edisi 7. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Crain,
William. Edisi Ketiga. Teori Perkembangan konsep dan Aplikasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Sujanto,
Agus, dkk. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Bumi Aksara
Komentar
Posting Komentar